Tantangan Pelayanan Di Papua, Melayani Bukan Untuk Dilayani

Ketika saya dan missionary Deny. Rawis ditempatkan di desa Hobotonggo, Anggruk pedalaman wamena, dimana kami melayani beberapa anggota Advent disana. Kami disitu hanya satu perkumpulan yang beribadah di sebuah bangunan ibadah yang terbuat dari kulit kayu dan tempat duduk kayu juga alang-alang. Setiap sabat dan setiap sore sebelum matahari terbenam kami selalu berkumpul dan beribadah.

Ada jemaat kami yang rumahnya 2 sampai 3 jam perjalanan kaki tapi yang luarbiasanya Tuhan membuat orang-orang ini setia ke ibadah hari sabat meskipun tanpa kendaraan, naik gunung turun gunung, tapi mereka datang hanya untuk bersabat.

Tuhan tidak membiarkan umat-umatNya. Meskipun ditempat ini diancam oleh orang-orang luar yang bukan Advent, dimana mereka melarang kami membuat suatu gereja permanen,karena mereka tidak suka dengan Advent. Anggota jemaat kami bahkan pernah dipukul hampir mati kemudian mereka mengusir dua Missionary sebelum kami. Luar biasanya Tuhan selalu buat “segala sesuatu indah pada waktunya”(Pengkhotbah 3:11).

Sebenarnya dalam pembangunan gereja ini kami tidak punya dana, tapi kami hanya punya Kuasa Doa.

Pada bulan April 2015, Pdt Rob.Lang sebagai Direktur PA dari General Conference datang mengunjungi desa kami, dan ketika beliau kembali ke tempatnya, dia memberi kesaksian mengenai pekerjaan Tuhan dan kehidupan anggota jemaat Hobotonggo, salah satu kesaksiannya mengenai Rumah Tuhan yang ada di tempat kami. Selesai ibadah ada seorang yang datang kepada pendeta ini dan berkata, “pendeta bagaimana mungkin saya buat rumah yang bagus sedangkan Rumah Tuhan seperti itu”.

Puji Tuhan meskipun orang itu sudah pensiun tapi dia mau memberikan uangnya untuk pekerjaan Tuhan.

Setelah kami sudah punya dana untuk pembagunan Gereja, kami bergumul juga dengan material yang akan digunakan. Salah satunya adalah pasir. Di tempat kami sulit untuk mencari pasir, dan kalau mau mendapatkan pasir yang banyak dengan jumlah anggota kami cukup sedikit kami memang cukup sulit. Kami harus berjalan dua jam untuk dapatkan pasir yaitu di salah satu sungai di sana. Sulit bagi kami, tapi kami selalu percaya bahwa “tidak ada rencana Tuhan yang gagal”(Ayub 42:1,2).

Setiap jam 6 sore kami berkumpul dan berdoa membawa pergumulan-pergumulan kami kepada Tuhan. Puji Tuhan doa memiliki kuasa yang besar. Apa yang tidak mungkin. Tidak mustahil bagi Tuhan. Selama dua minggu kami terus berdoa kemudian hujan turun. Pada minggu kedua itu Tuhan jawab doa kami. Tadinya kami tidak punya cukup pasir di sekitar desa kami, tetapi Tuhan memberikankepada kami dengan cara yang luar biasa. Tuhan ijinkan hujan lebat itu untuk membawa pasir ke tempat kami. Ketika itu terjadi longsor di salah satu kali dekat dengan desa kami. Hanya sekitar 10 menit jauhnya, yang tadinya sulit untuk dapatkan pasir. Puji Tuhan, Dia kirimkan pasir lewat longsor yang besar di kali tersebut sehingga ada banya pasir di tempat itu.

Bukan hanya itu saja, kesaksian yang dikatakan oleh orang-orang di desa tetangga yang mana tidak suka dengan kami, akhirnya Tuhan ijinkan mata mereka melihat bahwa Tuhan bekerja bersama-sama dengan kami. Anggota kami di desa hanya sedikit dan orang-orang di desa tentangga mengetahuinya, tapi mereka katakan,” kami tahu kalian hanya sedikit orang tapi ketika kalian bekerja ada banyak orang yang bekerja dengan kalian”. Kami yakin Malaikat Tuhan ikut bekerja dengan kami dan Tuhan ijinkan orang lain yang menyaksikan itu.

Tadinya mereka tidak suka dengan kami orang Advent tetapi lewat kejadian itu, Tuhan bukakan mata mereka, dan Puji Tuhan tentangga desa kami menerima kami dengan baik dan di akhir pelayanan kami ada dua jiwa dibaptiskan.

Melayani bukanlah suatu kesempatan tapi adalah keharusan bagi kita umat Tuhan.(1 Korintus 9:16). Marilah bersosialisasi bukan hanya sekedar komunikasi, tapi Tuhan mau kita bersaksi bagaimana Tuhan membuat hidup kita berarti.