Pemeran Pembantu

Di etiap tahun semua insan perfilman akan menunggu acara pemberian hadiah bagi mereka yang telah menampilkan peranan terbaik dalam film. Pada acara seperti ini, yang selalu di nantikan adalah siapa yang akan mendapatkan penghargaan terbaik untuk pemeran utama, baik aktor ataupun aktris. Walaupun ada pula penghargaan bagi pemeran pembantu tapi mereka tidak menjadi fokus utama di acara ini. Dan begitulah tradisinya.

Banyak orang yang tidak mengenalnya secara jelas karena selain catatan tentang dirinya sedikit, juga peran yang dia jalankan terlalu singkat dan sangat sederhana.  Sering ketika peristiwa disaat orang ini hidup diceritakan kembali, maka fokusnya justru bukan kepadanya tetapi pada sosok yang lain.  Dia hanya menjalankan apa yang biasa disebut dalam dunia perfilman “peran pembantu” sehingga wajar-wajar saja bila ia tidak populer.

Orang ini adalah,  “….Yusuf suami Maria, yang melahirkan Yesus yang disebut Kristus” (Mat 1:16). Mendengar nama ini, maka yang terlintas dalam pikiran kita adalah peristiwa kelahiran Yesus dimana Yesus jadi central dari kisah ini ataupun Maria yang mendapatkan peran lebih banyak darinya, bahkan untuk menjelaskan dirinya, Alkitab harus memberikan tambahan nama istrinya.  Ini sesuatu yang tidak lazim di jaman itu karena biasanya seorang istri justru dikenal melalui suaminya bukan sebaliknya. 

Hanya kurang lebih delapan peristiwa saja yang dicatat Alkitab untuk mengingat dia. Pertama, pada waktu menyebutkan silsilah Yesus (Mat 1:16).  Kedua, saat Roh kudus menyatakan rencana Allah melalui dirinya dan Maria (Mat 1:20-24).  Ketiga, saat Yusuf dan Maria akan mengikuti sensus penduduk di Nazareth  (Luk 2:4,5). Keempat, kelahiran Yesus (Luk 2, Mat 1) Kelima, saat membawa bayi Yesus ke kaabah untuk disunat (Luk 2:21-39). Keenam, ketika malaikat Tuhan menyuruh untuk membawa keluarganya menyingkir ke Mesir (Mat 1:13,14).  Ketujuh, saat malaikat Tuhan menyuruh dia dan keluarganya kembali ke Israel dan akhirnya menetap di Galilea  (Mat 1:19-23)., dan yang kedelapan dan terakhir, ketika Yesus telah berusia 12 tahun, Yusuf bersama istrinya ke kaabah bersama Yesus (Luk 2:41-51).  Sesudah itu tidak lagi disebutkan nama Yusuf.  Oleh beberapa komentator Alkitab memberikan asumsi bahwa setelah itu, Yusuf telah meninggal.  Dengan demikian durasi pelayanannya kurang lebih 12 atau 13 tahun saja  namun hanya menjalani peran yang nampaknya kecil-kecil saja dan sederhana.  Wajar saja kalau banyak orang tidak terlalu menganggapnya sebagai bagian yang penting dalam Injil.

Bilamana natal tiba maka selalu yang terlihat lebih populer adalah, Maria, gembala-gembala, orang majus, selain Yesus sebagai tokoh sentral.  Bahkan peranan Santa Clause, Pit Hitam, ataupun pohon natal dan hiasan natal lainnya lebih menonjol, sementara Yusuf hampir  terabaikan. Jarang orang mengenangnya.  Bila menyebutkan nama Yusuf, maka orang akan lebih mudah mengingat tokoh Yusuf anak Yakub dalam PL atau bahkan tetangga kita, Yusuf Kalengkongan, teman kita atau Yusuf bin Sanusi di Sinetron atau orang lainnya daripada Yusuf, ayah Yesus dan suami dari Maria itu. Benar-benar hanya memerankan “Peran Pembantu”, sehingga layak untuk dilupakan.

Namun sesungguhnya begitu banyak hal yang perlu disimak dari seorang Yusuf, tukang kayu dari Nazareth itu. Sebelum kita lebih jauh, perlu kita merenungkan akan hal ini dahulu yaitu, “tidak pernah Allah memilih seseorang tanpa mengetahui pribadinya secara keseluruhan dan tanpa memiliki alasan untuk memilihnya menjadi alatNya”.  Tanyakan pada diri anda, mengapa Dia memilih Yakub yang menipu itu daripada Esau? Mengapa Dia memilih Daud bukannya saudara-saudaranya yang jauh lebih tua dan lebih berpengalaman? Mengapa Dia memilih Musa yang sudah di usia uzur dan sepuh daripada yang lain yang jauh lebih muda? Mengapa Dia memilih murid-murid dari kalangan bawah dan tidak terpelajar dari pada yang lainnya? Mengapa dia memilih Ellen G White yang tidak cukup berpendidikan daripada yang lainnya? Dan masih banyak lagi kasus yang dapat kita tanyakan namun ingatlah bahwa Allah pasti memiliki alasan untuk itu.

Bisa dibayangkan ketika seorang Yusuf yang bakal menjadi ayah Seorang Juru Selamat dengan kepribadian seperti Saul, yang tidak suka menurut, atau Harun yang tidak punya Prinsip, atau Petrus yang emosional, atau Yunus yang tidak mau mengambil resiko, atau Salomo yang playboy, atau Abraham yang kadang-kadang suka berdusta demi menyelamatkan diri, atau Yudas yang mata duitan. Skenario kelahiran Yesus pasti berubah dan injil akan memiliki warna yang berbeda. Dari sekian banyak pria yang ada pada saat itu, Yusuf-lah yang terpilih dalam menjalankan peran itu dan yang lain tereleminasi.  Allah pasti memiliki alasan untuk itu.

Mari kita kembali pada setiap episode yang ada dalam injil tentang Yusuf.  Yusuf terlihat seorang yang sangat penurut, perhatikan ini, ketika dia hampir memutuskan hubungannya dengan Maria, Allah menyuruhnya untuk mengambil Maria sebagai istrinya, mestinya dia bisa menolak dan itu haknya, dia bisa memilih wanita lain, tapi dia tidak melakukannya.  Ketika Allah menyuruh dia membawa keluarganya ke Mesir, dia bisa mengajukan tempat lainnya sebagai alternatif atau bahkan menolak sama sekali perintah itu, dengan alasan, bagaimana dengan usaha pertukangannya dan bisnis lainnya?  Tapi dia tidak melakukannya. Setelah sekian waktu di Mesir, Allah menyuruh dia kembali pulang ke Israel, dia bisa menolaknya dengan alasan dia sudah betah di Mesir atau usaha bisnisnya mulai maju di Mesir, kembali lagi ke Israel berarti mulai lagi dari awal, dia bisa menolaknya, tapi dia tidak melakukannya.  Uniknya setiap kali Allah ingin menyampaikan rencananya kepada keluarga ini selalu melalui Yusuf dan bukannya Maria.  Ada sebuah anak kalimat yang tercatat dalam Mat 1:24, “… Yusuf berbuat seperti yang diperintahkan malaikat Tuhan itu kepadanya”.  Ini menarik untuk dipikirkan.  Tidak banyak orang yang memiliki karakter penurut seperti Yusuf.  Allah tentu memiliki alasan memilih Yusuf dalam peranannya itu.

Sepanjang kisah tentang Yesus pada masa kecilnya yang diceritakan dalam injil tidak  terlihat Yusuf mengambil peranan yang mendominasi kisah ini.  Padahal ada kurang lebih 12 tahun kesempatan baginya untuk menjadi figur yang dominan, tapi tidak dilakukannya.  Petrus hanya 3,5 tahun bersama Yesus tapi dia bisa mendominasi kisah-kisah dalam injil sementara Yusuf berbeda.

Satu hal yang perlu juga diperhatikan bahwa terkadang seorang anak belajar tentang Allah itu adalah Bapa yang baik bagi anaknya melalui figur ayahnya yang begitu sabar, begitu lembut, begitu pengertian, tulus, bertanggung jawab terhadap anak-anak dan mencintai anaknya. Padanyalah pertama kali seorang anak mengenal figur Allah itu. Yusuf berhasil menjalannya peran ini bagi Yesus dimasa kecilnya.  Terlepas dari peranan Maria sebagai ibunya, Yesus belajar banyak hal tentang Allah juga dari Yusuf.  Yusuf adalah ayah yang tekun pada ajaran agamanya dengan mematuhi tradisi agama, sunat, datang ke kaabah, dan ini mempengaruhi anaknya.  Anak belajar dan setia pada gereja melalui melihat teladan orang tuanya.  Allah tentu memiliki alasan memilih Yusuf dalam peranannya itu.

Pada akhirnya kita melihat Yusuf adalah pribadi yang sangat penurut pada Allah, tidak pernah menolak perintah Allah. Segala alasan dan pertimbangan pribadi ditinggalkannya demi mengikuti apa yang Allah inginkan, low profile, bertanggung jawab pada keluarga, setia baik kepada keluarganya juga kepada agamanya.  Pribadi yang benar-benar cocok pada perannya dan sesuai dengan skenario Allah.  Allah tahu itu sehingga Allah memilihnya sebagai Suami dari Maria dan ayah bagi Yesus, Juru Selamat kita. 

Seorang yang benar-benar menghidupkan prinsip, “hidup adalah perbuatan”, “action speak louder than words”, “sedikit bicara tetapi banyak berbuat” dan bukan “no action, talk only”.  Andaikan setiap orang menuruti Sabat tanpa argumen, tanpa pertimbangan, hanya menurut?  Andaikan setiap Sabat gereja dipenuhi dengan orang-orang seperti tipe Yusuf? ***