Belajar Untuk Berjalan Dalam Rencana Allah

Di dalam Alkitab ada banyak contoh, ketidak-taatan manusia terhadap perintah Tuhan, padahal resiko dari pelanggaran itu sangat berat.

  1. Kisah Hawa, sudah dilarang jangan makan buah, tapi tetap langgar.(Kej 3)
    ”Sering kita melakukan sesuatu tanpa berpikir panjang, tanpa melihat resiko yang akan terjadi akibat dari keputusan salah kita”
  2. Sepuluh pengintai, disuruh pengintai dengan harapan akan membawa kabar yang menguatkan, tapi justru membawa kabar yang melemahkan iman umat Allah (Bil 13), Sebenarnya orang Israel tinggal beberapa hari lagi akan sampai kenegeri perjanjian.
    ”Banyak kali kita ragu kedepan setelah kita melupakan tuntutan Tuhan dimasa Yang lalu, padahal Tuhan sudah menolong Israel ketika menyeberang laut,Memberi makan manna kepada mereka, dll”
  3. Kisah Saul yang tidak patuh pada perintah Tuhan. (I Sam 15:1-34).
    ”Sering kita mempunyai banyak alasan yang logic untuk membenarkan kesalahan kita, yang sebenarnya sudah jelas-jelas salah, gantinya kita datang kepada Tuhan dan memohon pengampunan”
  4. Abraham Kawin lagi.Padahal Tuhan telah membuat rencana untuknya melalui satu istri saja.(Kej 16)

Akibat-akibat yang tidak disadari

  1. Hawa tidak sadar, bahwa justru dengan memakan buah itu berakibat keturunannya sengsara.
  2. Para pengintai itu, tidak sadar bahwa andaikan mereka percaya kemampuan Allah, mereka tidak perlu harus tunggu sampai 40 tahun, pada akhirnya mereka sadar, mereka maju, tapi sudah terlambat, tidak ada Allah disitu, mereka kalah dalam peperangan.
  3. Saul tidak sadar bahwa ketika Tuhan perintahkan bunuh, itu merupakan peringatan bahaya kedepan yang harus dihindari (Tulisan Yosephus & Bible Commentary)
  4. Andaikan Abraham memahami bahwa, hasil perbuatannya itu dikemudian hari justru menyusahkan keturunannya (Israel dan Palestina)

”Tuhan sering menjadi tempat pengaduan kita, justru nanti setelah kita melihat dan merasakan akibat-akibat perbuatan kita, padahal sebelumnya kita berpikir bahwa kita mampu berjalan di jalan yang kita buat sendiri tapi kita tidak mampu untuk menanggung akibat dari perbuatan kita”

Semua dimulai dari impianku. Aku ingin menjadi astronot. Aku ingin terbang ke luar angkasa. Tetapi aku tidak memiliki sesuatu yang tepat. Aku tidak memiliki gelar. Dan aku bukan seorang pilot. Namun, sesuatupun terjadilah.

Gedung putih mengumumkan mencari warga biasa untuk ikut dalam penerbangan 51-L pesawat ulang-alik Challanger. Dan warga itu adalah seorang guru. Aku warga biasa, dan aku seorang guru. Hari itu juga aku mengirimkan surat lamaran ke Washington. Setiap hari aku berlari ke kotak pos.

Akhirnya datanglah amplop resmi berlogo NASA. Doaku terkabulkan! Aku lolos penyisihan pertama. Ini benar-benar terjadi padaku. Selama beberapa minggu berikutnya, perwujudan impianku semakin dekat saat NASA mengadakan test fisik dan mental. Begitu test selesai, aku menunggu dan berdoa lagi. Aku tahu aku semakin dekat pada impianku. Beberapa waktu kemudian, aku menerima panggilan untuk mengikuti program latihan astronot khusus di Kennedy Space Center.

Dari 43.000 pelamar, kemudian 10.000 orang, dan kini aku menjadi bagian dari 100 orang yang berkumpul untuk penilaian akhir. Ada simulator, uji klaustrofobi, latihan ketangkasan, percobaan mabuk udara. Siapakah di antara kami yang bisa melewati ujian akhir ini?

Tuhan, biarlah diriku yang terpilih, begitu aku berdoa. Lalu tibalah berita yang menghancurkan itu. NASA memilih Christina McAufliffe. Aku kalah. Impian hidupku hancur. Aku mengalami depresi. Rasa percaya diriku lenyap, dan amarah menggantikan kebahagiaanku. Aku mempertanyakan semuanya. Kenapa Tuhan? Kenapa bukan aku? Bagian diriku yang mana yang kurang? Mengapa aku diperlakukan kejam?

Aku berpaling pada ayahku. Katanya, “Semua terjadi karena suatu alasan.”

Selasa, 28 Januari 1986, aku berkumpul bersama teman-teman untuk melihat peluncuran Challanger. Saat pesawat itu melewati menara landasan pacu, aku menantang impianku untuk terakhir kali. Tuhan, aku bersedia melakukan apa saja agar berada di dalam pesawat itu. Kenapa bukan aku? Tujuh puluh tiga detik kemudian, Tuhan menjawab semua pertanyaanku dan menghapus semua keraguanku saat Challanger meledak, dan menewaskan semua penumpang.

Aku teringat kata-kata ayahku, “Semua terjadi karena suatu alasan.” Aku tidak terpilih dalam penerbangan itu, walaupun aku sangat menginginkannya karena Tuhan memiliki alasan lain untuk kehadiranku di bumi ini. Aku memiliki misi lain dalam hidup. Aku tidak kalah; aku seorang pemenang. Aku menang karena aku telah kalah. Aku, Frank Slazak, masih hidup untuk bersyukur pada Tuhan karena tidak semua doaku dikabulkan.

Tuhan mengabulkan doa kita dengan 3 cara :
⦁ Apabila Tuhan mengatakan YA, Maka kita akan mendapatkan apa yang kita minta
⦁ Apabila Tuhan mengatakan TIDAK, Maka kita akan mendapatkan yang lebih baik
⦁ Apabila Tuhan mengatakan TUNGGU, Maka kita akan mendapatkan yang TERBAIK sesuai dengan kehendak NYA…

”Sebab rancangan-Ku bukanlah rancanganmu, dan jalanmu bukanlah jalan-Ku, demikianlah firman TUHAN. Seperti tingginya langit dari bumi, demikianlah tingginya jalan-Ku dari jalanmu dan rancangan-Ku dari rancanganmu.” Yesaya 55:8,9
Sebagaimana engkau tidak mengetahui jalan angin dan tulang-tulang dalam rahim seorang perempuan yang mengandung, demikian juga engkau tidak mengetahui pekerjaan Allah yang melakukan segala sesuatu, Pengkhotbah 11:5