Pada sebuah senja, ada seorang pemuda yang kelihatannya seperti seorang mahasiswa. Ia berjalan mondar-mandir di depan sebuah rumah makan cepat saji di sebuah kota metropolitan. Ia menunggu sampai restoran sudah agak sepi. Dengan segan dan malu, ia masuk restoran tersebut. Dengan kepala menunduk, pemuda ini berkata kepada pemilik rumah makan, “Tolong sajikan saya semangkuk nasi putih.”
Sepasang suami istri muda pemilik rumah makan memperhatikan pemuda ini yang hanya meminta semangkuk nasi putih dan tidak memesan lauk apa pun. Ia kemudian menghidangkan semangkuk penuh nasi putih untuknya. Ketika pemuda ini menerima nasi putih dan sedang membayar, ia berkata dengan pelan, “Dapatkah menyiram sedikit kuah sayur di atas nasi saya?” Istri pemilik rumah makan berkata sambil tersenyum, “Ambil saja apa yang engkau suka, tidak perlu bayar!” Sebelum habis makannya, pemuda ini berpikir, “Kuah sayur gratis.” Lalu, ia memesan semangkuk lagi nasi putih.
“Semangkuk tidak cukup, anak muda. Kali ini, saya akan memberikan lebih banyak lagi nasinya,” dengan tersenyum ramah, pemilik rumah makan berkata kepada pemuda ini. “Bukan, saya akan membawa pulang. Besok, akan saya bawa ke sekolah sebagai makan siang saya.” Mendengar perkataan pemuda ini, pemilik rumah makan berpikir bahwa pemuda ini tentu berasal dari keluarga miskin di luar kota, yang demi menuntut ilmu datang ke kota, mencari uang sendiri untuk sekolah, dan sedang kesulitan dalam keuangan. Ketika berpikir sampai di situ, pemilik rumah makan lalu menaruh sepotong daging dan sebutir telur yang disembunyikan di bawah nasi. Ia kemudian membungkus nasi tersebut sehingga sepintas hanya terlihat sebungkus nasi putih, lalu memberikan kepada pemuda ini.
Saat melihat perbuatannya, istrinya mengetahui bahwa suaminya sedang membantu pemuda ini. Namun, yang tidak ia mengerti, mengapa daging dan telur disembunyikan di bawah nasi? Suaminya kemudian membisik kepadanya : “Jika pemuda ini melihat kita menaruh lauk di nasinya, ia tentu akan merasa bahwa kita bersedekah kepadanya, harga dirinya pasti akan tersinggung dan lain kali, dia tidak akan datang lagi. Jika ia ke tempat lain hanya untuk membeli semangkuk nasi putih, mana ada gizinya untuk bersekolah.” “Engkau sungguh baik hati, sudah menolong orang masih menjaga harga dirinya,” ujar istrinya. “Jika saya tidak baik, apakah engkau mau menjadi istriku?” Sahut suaminya sambil mengerling manja. Sepasang suami istri muda ini merasa gembira dapat membantu orang lain.
“Terima kasih, saya sudah selesai makan.” Pemuda ini pamit kepada mereka. Ketika mengambil bungkusan nasinya, ia membalikkan badan dan melihat dengan pandangan mata berterima kasih kepada mereka. “Besok singgah lagi, engkau harus tetap semangat!” kata mereka sambil melambaikan tangan, dengan maksud mengundang pemuda ini agar besok jangan segan-segan datang lagi. Sepasang mata pemuda ini berkaca-kaca terharu. Mulai saat itu setiap sore, pemuda ini singgah ke rumah makan mereka. Sama seperti biasa setiap hari hanya memakan semangkuk nasi putih dan membawa pulang sebungkus untuk bekal keesokan hari. Sudah pasti nasi yang dibawa pulang setiap hari terdapat lauk berbeda yang tersembunyi setiap hari, sampai pemuda ini tamat. Setelah itu, selama 20 tahun, pemuda ini tidak pernah muncul lagi.
Pada suatu hari, ketika suami ini sudah berumur 50 tahun lebih, pemerintah melayangkan sebuah surat bahwa rumah makan mereka harus digusur. Tiba-tiba saja mereka kehilangan mata pencaharian. Ketika mengingat anak mereka yang disekolahkan di luar negeri yang perlu biaya setiap bulan, suami istri ini berpelukan sambil menangis dengan panik. Pada saat itu, seorang pemuda dengan pakaian bermerek yang kelihatannya seperti direktur dari kantor bergengsi masuk. “Apa kabar? Saya adalah wakil direktur dari sebuah perusahaan. Saya diperintahkan oleh direktur kami untuk mengundang kalian membuka kantin di perusahaan kami. Perusahaan kami telah menyediakan semuanya. Kalian hanya perlu membawa koki dan keahlian kalian ke sana. Keuntungannya akan dibagi dua dengan perusahaan.”
“Siapakah direktur di perusahaan kamu? Mengapa ia begitu baik terhadap kami? Saya tidak pernah mengenal seorang yang begitu mulia!” Sepasang suami istri ini berkata dengan terheran-heran. “Kalian adalah penolong dan kawan baik direktur kami. Direktur kami paling suka makan telur dan dendeng buatan kalian. Hanya itu yang saya tahu. Hal lainnya dapat anda tanyakan kepadanya setelah bertemu dengannya.”
Akhirnya, pemuda yang hanya memakan semangkuk nasi putih itu pun muncul. Setelah bersusah payah selama 20 tahun, pemuda ini dapat membangun kerajaan bisnisnya dan, sekarang menjadi direktur yang sukses. Ia merasa bahwa kesuksesan pada saat ini adalah berkat bantuan sepasang suami istri ini. Jika mereka tidak membantunya, ia tidak mungkin akan dapat menyelesaikan kuliahnya dan menjadi sesukses sekarang.
Setelah berbincang-bincang, suami istri ini pamit hendak meninggalkan kantornya. Pemuda ini berdiri dari kursi direkturnya dan dengan membungkuk dalam-dalam, berkata kepada mereka, “Bersemangat ya! Pada kemudian hari, perusahaan akan tergantung kepada kalian, sampai bertemu besok.”
Inspirasi
Untuk Direnungkan : Coba berdiam dirilah sejenak, lalu telusuri kembali hari-hari yang telah anda lalui. Pernahkah di relung-relung hari, di tepian-tepian minggu dan pelabuhan-pelabuhan bulan, anda menolong seseorang? Bagaimana perasaan anda saat itu? Coba bayangkan, orang-orang yang anda tolong itu sekarang dalam kondisi yang jauh lebih baik dari pada ketika anda tolong dulu. Berhentilah sejenak. Coba sekarang buka kembali lembaran-lembaran masa lalu anda. Adakah orang-orang yang menabur benih kebaikan di tanah hidup anda? Apakah pertolongan itu membuat tanaman anda bertumbuh semakin subur, berbunga, dan berbuah? Sempatkah anda mengucapkan syukur atasnya dan menghubungi mereka untuk mengatakan hal itu?
Untuk Dilakukan : “Janganlah kita jemu-jemu berbuat bnaik, karena apabila sudah datang waktunya, kita akan menuai, jika kita tidak menjadi lemah.” Galatia 6 : 9
Hukum tarik menarik juga berlaku dalam hal memberi. Saat kita memberi kepada orang lain, sebenarnya kita juga memberi bagi diri kita sendiri, yang utama dan terutama adalah rasa syukur dan berterima kasih karena kita sanggup memberi. Berbuatlah baik kepada sesama yang memerlukan uluran tangan kita, niscaya klak akan kita tertima kebaikan yang kita berikan dari orang lain. Bukan saja itu, Tuhan mengetahui kebaikan anda kepada sesama. “Janganlah kita jemu-jemu berbuat baik.”