Jika kita bertanya kepada diri sendiri, siapakah aku? Kita akan menemukan tiga hal, pertama, kita akan menemukan diri kita lebih baik dari orang lain. Kedua, pada saat kita membandingkan pencapaian kita dengan orang lain ternyata diri kita berada di bawah orang lain. Ketiga, pada saat kita menimbang segalanya tentang diri kita, maka, kita dapati diri ini, sejajar dengan prestasi orang lain.
Sehingga ada satu hukum yang tak tertulis yakni ‘bersaing’ sekuat tenaga memacu diri semaksimal mungkin untuk mencapai puncak prestasi. Banyak upaya yang dapat kita lakukan–segala daya dan cara dikerahan. Sehingga banyak orang mengunakan cara-cara tidak biasa, menyingkirkan banyak orang–diri dan kemapanan menjadi tujuan semata. Akhirnya persaingan menjadi tidak sehat lagi. Menghalalkan segala cara agar diri berada setingkat di atas orang lain. Ini banyak terjadi di pemandangan di sekitar kita. Bolehjadi, hal semacam ini sudah menjalar di dalam ‘pelayananan kita’ karena diri dan kepentingan semata, jadi prioritas. Segala daya ditempuh sekalipun dengan muslihat yang lihai!
Membandingkan bukanlah sesuatu yang salah. Alkitab sendiri memberikan pelajaran–membandingkan pencapaian kita. Tentunya, dalam kapasitas mengukur kadar tingkat kerohanian kita. Perbandingan untuk tujuan kerohanian guna ‘mengangkat’ kita kepada ketinggian sorga.
Mari kita lihat dan cermati tiga perbandingan yang dikemukakan Yesus. Pertama, Yesus berkata: “Jika hidup keagamaanmu tidak lebih benar dari pada hidup keagamaan ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, sesungguhnya kamu tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga.”-Matius 5:20. Perbandingan ke-dua, “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya jika kamu tidak bertobat dan menjadi seperti anak kecil ini, kamu tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga.”-Matius 18:3. Perbandingan tingkat tinggi, yang ke-tiga, kembali Yesus berkata: “Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu. Pikullah kuk yang Kupasang dan belajarlah pada-Ku, karena Aku lemah lembut dan rendah hati dan jiwamu akan mendapat ketenangan.Sebab kuk yang Kupasang itu enak dan beban-Kupun ringan.”‘-Matius 11:28-30.
Perbandingan yang progresif yang bermuara kepada Kristus. Suatu tujuan yang sempurna. Kenapa tidak, apapun yang kita capai di dunia ini, kegemilangan prestasi yang dapat kita raih, bahkan dunia ini ada digengaman tanganmu, Yesus mengajarkan kita, itu bukan tujuan, itu hanya sarana yang kita dapat gunakan bagi kemuliaan pekerjaan-Nya. intinya ‘diri’ harus datang dekat kepada Tuhan. “Marilah kepada-Ku…. Belajarlah kepada-Ku, karena Aku lemah lembut dan rendah hati dan jiwamu akan mendapat ketenangan.” Matius 11:28,30, adalah undangan-Nya bagi Saudara dan saya!
Kalau begitu, kita sekarang akan tiba kepada satu pertanyaan yang penting. Siapakah akuTuhan? Ini adalah sangat fundamental dan dahsyat! Kenapa? Urusanya, kita sedang berhadapan bukan dengan manusia melainkan dengan Allah Pencipta alam semesta–Raja di atas segala raja. Coba renungkan sejenak… Jika Anda hari ini dapat bertemu dengan Presiden, jangankan Presiden, jika Anda diudang bertemu Gubernur, kita dapat pastikan bahwa ada pola tingkah kita yang mesti diatur, sebab kita hendak bertemu dengan orang yang bukan biasa. Apalagi jika sedang berhadapan dengan Tuhan kita.
Tuhan.. Siapakah aku ini? Siapa pun Saudara, sehebat apa pun pencapaian kita, jika saudara dan saya bertanya dengan penuh hikmat kepada Tuhan tentang siapa diri kita, maka, diri kita pastilah ‘abu dan debu-miskin buta dan telanjang.’ Namun, diluar dugaan, Allah yang kita sembah menerima kita apa adanya, mengampuni kita dari kecemaran dosa bahkan mengangkat kita pada tingkat yang tertinggi sebagai Anak Raja alam semesta. Inilah yang kita sering sebutkan sebagai Kasih Karunia yang ajaib.
Jadi, jika kita bertanya siapakah aku Tuhan? Itu berarti tentang apa yang Ia telah lakukan bagiku. Sehingga tidak ada ruangng sekecil pun untuk sebuah kebanggaan. Implikasinya harus jelas terlihat sini: jika Tuhan telah begitu tinggi mengangkat kita menjadi orang istimewa kita pun harus melakukan hal yang sama kepada sesama.
Akhirnya, jika hari ini, sudut pandang kita kepada sesama menjadi berbeda, itu karena kadar Kasih-Nya telah mengubahkan kita. Semoga. Tuhan memberkati kita.
Pdt. Ronny Umboh